BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Dalam
pembahasan ekonomi syari’ah kita mengenal istilah gharar yang artinya tidak
jelas. Maksud tidak jelas disini yaitu antara penjual dan pembeli saling tidak
mengetahui keadaan barang atau jasa yang diperjualbelikannya. Ketidakjelasan
tersebut menyebabkan gharar ini tidak diperbolehkan, karena ditakutkan akan
adanya pihak yang didzalimi, baik dari pihak penjual, pembeli, ataupun antara
keduanya.
Asuransi
adalah sebuah transaksi yang tidak jelas waktu, kadar, ataupun kualitasnya.
Karena sebuah jasa ataupun barang yang dihasilkan dari pembayaran asuransi yang
dilakukan oleh pelanggan tidak jelas akan di laksanakan atau diberikan kapan,
dimana, dan berapa kuantitasnya. Contohnya seperti asuransi kesehatan, beban
asuransi terus-menerus dikenakan kepada pelanggan sedangkan keadaan sehatnya
pelanggan itu tidak jelas. Yaitu tidak jelas kapan pelanggan itu sakit dan
membutuhkan dana asuransi tersebut.
Melihat
pernyataan di atas, asuransi merupakan transaksi gharar. Dan asuransi yang
dimaksud dari pernyataan di atas merupakan asuransi konvensional. Menyikapi
permasalahan tersebut, Islam memberikan suatu solusi sehingga asuransi itu
diperbolehkan. Oleh karena itu, penulis akan mencoba menjelaskan konsep
asuransi yang diperbolehkan Islam yaitu yang disebut dengan asuransi takaful.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian asuransi konvensional ?
2. Apa pengertian asuransi ta’awun (at-ta’mien
at-ta’awuni) atau takaful ?
3. Apa saja kepemilikan perusahaan asuransi takaful ?
4. Apa saja produk asuransi takaful Indonesia?
5. Bagaimana perbedaan antara asuransi ta’awunn atau takaful dan konvensional?
1.3.Tujuan Makalah
Sesuai dengan
rumusan masalah diatas
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
1. Menjelaskan pengertianasuransikonvensional
2. Menjelaskan pengertianasuransita’awun (at-ta’mien
at-ta’awuni) atau takaful
3. Menjelaskan apa saja kepemilikan perusahaan asuransi takaful
4. Menjelaskan apa saja produk asuransi takaful Indonesia
5. Menjelaskan bagaimana perbedaan antara asuransi ta’awunn atau takaful dan konvensional
1.4. Kegunaan Makalah
Makalah
ini disusun dengan harapan agar dapat memberikan kontribusi dalam manfaat baik
secara teoritis dan secara praktis secara teortis makalah ini berguna sebagai
media pengembangan manusia dalam bidang ekonomi. Secara praktis makalah ini
diharapkan agar dapat bermanfaat bagi
1. Penulis sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang konsep asuransi
konvensional dan asuransi takaful.
2. Pembaca sebagai media
transformasi ilmu tentang asuransi
konvensional dan asuransi takaful secara teoritis maupun secara praktis
3. Pemerintah sebagai bahan evaluasi dan penambah motivasi
dalam mengupayakan aktualisasi proses peningkatan perekonomian masyarakat
sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat
khususnya di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Asuransi Konvensional
Kata asuransi ini dalam bahasa inggris disebut Insurance
dan dalam bahasa prancis disebut Assurance. Sedangkan dalam bahasa arab
disebut at-Ta’mien. Asuransi ini didefinisikan dalam kamus umum bahasa
Indonesia sebagai perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu akan membayar
uang kepada pihak yang lain, bila terjadi kecelakaan dan sebagainya, sedang
pihak yang lain itu akan membayar iuran.
Demikian juga telah didefinisikan dalam perundang-undangan
negara Indonesia sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum
pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan
atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan
sebagian ulama syari’at dan ahli fikih memberikan definisi yang beragam,
diantaranya:
1. Pendapat pertama, asuransi adalah perjanjian jaminan dari
fihak pemberi jaminan (yaitu perusahaan asuransi) untuk memberi sejumlah harta
atau upah secara rutin atau ganti barang yang lain, kepada fihak yang diberi
jaminan (yaitu nasabah asuransi), pada waktu terjadi musibah atau kepastian
bahaya, yang dijelaskan dengan perjanjian, hal itu sebagai ganti angsuran atau
pembayaran yang diberikan oleh nasabah kepada perusahaan.
2. Pendapat kedua, asuransi adalah perjanjian yang mengikat diri
penanggung sesuai tuntutan perjanjian untuk membayar kepada pihak tertanggung
atau nasabah yang memberikan syarat tanggungan untuk kemaslahatannya sejumlah
uang atau upah rutin atau ganti harta lainnya pada waktu terjadinya musibah
atau terwujudnya resiko yang telah dijelaskan dalam perjanjian. Hal tersebut
diberikan sebagai ganti angsuran atau pembayaran yang diberikan tertanggung
kepada penanggung (pihak asuransi).
3. Pendapat ketiga, asuransi adalah pengikatan diri pihak
pertama kepada pihak kedua dengan memberikan ganti berupa uang yang diserahkan
kepada pihak kedua atau orang yang ditunjuknya ketika terjadi resiko kerugian
yang telah dijelaskan dalam akad. Itu sebagai imbalan dari yang diserahkan
pihak kedua berupa sejumlah uang tertentu dalam bentuk angsuran atau yang
lainnya.
Dari
definisi yang beraneka ragam tersebut terdapat kata sepakat dalam beberapa hal
berikut ini:
·
Adanya
ijab dan qabul dari pihak penanggung (al-Mu’ammin) dan tertanggung (al-Mu’ammin
Lahu).
·
Adanya
obyek yang menjadi arahan asuransi.
·
Tertanggung
menyerahkan kepada penanggung (pengelola asuransi) sejumlah uang baik dengan
tunai atau angsuran sesuai kesepakatan kedua belah pihak, yang dinamakan premi.
·
Penanggung
memberikan ganti kerugian kepada tertanggung apabila terjadi kerusakan
seluruhnya atau sebagiannya. Inilah asuransi yang umumnya berlaku dan ini
dinamakan asuransi konvensional (al-Ta’mien al-Tijaari) yang dilarang
mayoritas ulama dan peneliti masalah kontemporer dewasa ini. Juga menjadi
ketetapan majlis Hai’ah kibar Ulama (majlis ulama besar Saudi Arabia) no. 55
tanggal 4/4/1397 H dan ketetapan no 9 dari Majlis Majma’ al-Fiqh dibawah
Munazhomah al-Mu’tamar al-Islami (OKI).
Demikian
juga diharamkan dalam keputusan al-Mu’tamar al-’Alami al-Awal lil Iqtishad
al-Islami di Makkah tahun 1396H.
Kemudian
para ulama memberikan solusi dalam masalah ini dengan merumuskan satu jenis
asuransi syari’at yang didasarkan kepada akad tabarru’at [8] yang dinamakan at-Ta’mien
at-Ta’awuni (asuransi ta’awun) atau at-Ta’mien at-Tabaaduli.
PengertianAsuransiTa’awun (at-Ta’mien at-Ta’awuni)atau Takaful
Para
ulama kontemporer mendefinisikan at-Ta’mien at-Ta’awuni dengan beberapa
definisi, diantaranya:
1. Pendapat pertama, asuransi ta’awun adalah berkumpulnya
sejumlah orang yang memiliki resiko bahaya tertentu. Hal itu dengan cara mereka
mengumpulkan sejumlah uang secara berserikat. Sejumlah uang ini dikhususkan
untuk mengganti kerugian yang sepantasnya kepada orang yang tertimpa kerugian
diantara mereka. Apabila premi yang terkumpulkan tidak cukup untuk itu, maka
anggota diminta mengumpulkan tambahan untuk menutupi kekurangan tersebut.
Apabila lebih dari yang dikeluarkan dari ganti rugi tersebut maka setiap
anggota berhak meminta kembali kelebihan tersebut. Setiap anggota dari asuransi
ini adalah penanggung dan tertanggung sekaligus. Asuransi ini dikelola oleh
sebagian anggotanya. Akan jelas gambaran jenis asuransi ini adalah seperti
bentuk usaha kerjasama dan solidaritas yang tidak bertujuan mencari keuntungan
(bisnis) dan tujuannya hanyalah mengganti kerugian yang menimpa sebagian
anggotanya dengan kesepakatan mereka membaginya diantara mereka sesuai dengan
tata cara yang dijelaskan.
2. Pendapat kedua, asuransi ta’awun adalah kerjasama sejumlah
orang yang memiliki kesamaan resiko bahaya tertentu untuk mengganti kerugian
yang menimpa salah seorang dari mereka dengan cara mengumpulkan sejumlah uang
untuk kemudian menunaikan ganti rugi ketika terjadi resiko bahaya yang sudah
ditetapkan.
3. Pendapat ketiga, asuransi ta’awun adalah berkumpulnya
sejumlah orang membuat shunduq (tempat mengumpulkan dana) yang mereka danai
dengan angsuran tertentu yang dibayar setiap dari mereka. Setiap mereka
mengambil dari shunduq tersebut bagian tertentu apabila tertimpa kerugian
(bahaya) tertentu.
4. Pendapat keempat, asuransi ta’awun adalah berkumpulnya
sejumlah orang yang menanggung resiko bahaya serupa dan setiap mereka memiliki
bagian tertentu yang dikhususkan untuk menunaikan ganti rugi yang pantas bagi
yang terkena bahaya. Apabila bagian yang terkumpul (secara syarikat) tersebut
melebihi yang harus dikeluarkan sebagai ganti rugi maka anggota memiliki hak
untuk meminta kembali. Apabila kurang maka para anggota diminta untuk membayar
iuran tambahan untuk menutupi kekurangannya atau dikurangi ganti rugi yang
seharusnya sesuai ketidak mampuan tersebut. Anggota asuransi ta’awun ini tidak
berusaha merealisasikan keuntungan namun hanya berusaha mengurangi kerugian
yang dihadapi sebagian anggotanya, sehingga mereka melakukan akad transaksi
untuk saling membantu menanggung musibah yang menimpa sebagian mereka.
Sehingga dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa
asuransi ta’awun adalah bergeraknya sejumlah orang yang masing-masing sepakat
untuk mengganti kerugian yang menimpa salah seorang dari mereka sebagai akibat
resiko bahaya tertentu dan itu diambil dari kumpulan iuran yang setiap dari
mereka telah bersepakat membayarnya. Ini adalah akad tabarru’ yang bertujuan
saling membantu dan tidak bertujuan perniagaan dan cari keuntungan.
Gambaran paling gampangnya adalah misalnya ada satu keluarga
atau sejumlah orang membuat shunduq lalu mereka menyerahkan sejumlah uang yang
nantinya dari kumpulan uang tersebut digunakan untuk ganti rugi kepada
anggotanya yang mendapatkan musibah (bahaya). Apabila uang yang terkumpul tersebut
tidak menutupinya, maka mereka menutupi kekurangannya. Apabila berlebih setelah
penunaian ganti rugi tersebut maka dikembalikan kepada mereka atau dijadikan
modal untuk masa yang akan datang. Hal ini mungkin dapat diperluas menjadi satu
lembaga atau yayasan yang memiliki petugas yang khusus mengelolanya untuk
mendapatkan dan menyimpan uang-uang tersebut serta mengeluarkannya. Lembaga ini
boleh juga memiliki pengelola yang merencanakan rencana kerja dan
managementnya. Semua pekerja dan petugas berikut pengelolanya mendapatkan gaji
tertentu atau mereka melakukannya dengan sukarela. Namun semua harus dibangun
untuk tidak cari keuntungan (bisnis) dan seluruh sisinya bertujuan untuk
ta’awun (saling tolong menolong).
Dari
sini dapat dijelaskan karekteristik asuransi ta’awun sebagai berikut:
·
Tujuan
dari asuransi ta’awun adalah murni takaful dan ta’awun (saling tolong menolong)
dalam menutup kerugian yang timbul dari bahaya dan musibah.
·
Akad
asuransi ta’awun adalah akad tabarru’. Hal ini tampak tergambarkan dalam
hubungan antara nasabah (anggotanya), dimana bila kurang mereka menambah dan
bila lebih mereka punya hak minta dikembalikan sisanya.
·
Dasar
fikroh asuransi ta’awun ditegakkan pada pembagian kerugian bahaya tertentu atas
sejumlah orang, dimana setiap orang memberikan saham dalam membantu menutupi
kerugian tersebut diantara mereka. Sehingga orang yang ikut serta dalam
asuransi ini saling bertukar dalam menanggung resiko bahaya diantara mereka.
·
Pada
umumnya asuransi ta’awun ini berkembang pada kelompok yang punya ikatan khusus
dan telah lama, seperti kekerabatan atau satu pekerjaan (profesi).
·
Penggantian
ganti rugi atas resiko bahaya yang ada diambil dari yang ada di shunduq
(simpanan) asuransi, apabila tidak mencukupi maka terkadang diminta tambahan
dari anggota atau mencukupkan dengan menutupi sebagian kerugian saja.
Asuransi Takaful adalah pelopor asuransi
syariah di Indonesia. Perusahaan Asuransi Takaful berdiri pada tanggal 24
Februari 1994 yang diprakarsai oleh Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia
atau TEPATI dan digerakkan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia melalui
Yayasan Abdi Bangsa. Selain itu, Bank Muamalat Indonesia, Departemen Keuangan
RI, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri dan beberapa pengusaha Muslim asal Indonesia
turut memotori Asuransi Takaful di bawah naungan Perusahaan PT Syarikat Takaful
Indonesia.
Asuransi Takaful memberikan jasa
asuransi kepada masyarakat Indonesia yang dilandaskan pada prinsip Syariah
Islam dan telah berjalan sekitar satu dasawarsa. Perusahaan Asuransi Takaful sendiri
memiliki dua cabang perusahaan operasional yakni:
1.
PT Asuransi Takaful Umum (Asuransi Umum Syariah)
Perusahaan asuransi ini
berdiri pada tahun 1994, tepatnya pada tanggal 4 Agustus 1994 dan beroperasi
resmi sejak tanggal 25 Agustus 1994.
2.
PT Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa Syariah)
Perusahaan ini
diresmikan pada tanggal 2 Juni 1995 oleh Menristek/Ketua BPPT Prof. Dr. B.J.
Habibie.
Kepemilikan Perusahaan Asuransi Takaful
Saham
mayoritas di Perusahaan Asuransi Takaful dimiliki oleh Syarikat Takaful
Malaysia Berhad sebesar 56%, Islamic Development Bank memiliki saham sebesar
26,39% dan selebihnya dimiliki oleh PNM atau Permodalan Nasional Madani, Bank
Muamalat dan Yayasan Abdi Bangsa. Untuk menjaga kualitas layanan jasa asuransi
yang diberikan oleh Asuransi Takaful, maka untuk perusahaan Asuransi Takaful
memperoleh sertifikat Sertifikasi ISO 9001:2000 dari SGS JAS-ANZ dari Selandia
Baru untuk Asuransi Takaful Umum. Sedangkan Asuransi Takaful Keluarga
mendapatkan Sertifikasi ISO 9001:2000 dari dari Det Norske Veritas (DNV) dari
Belanda.
Penghargaan
terhadap Asuransi Takaful pun telah diraih yakni di antaranya adalah: MUI Award
2004 dengan predikat sebagai Asuransi Syariah Terbaik di Indonesia dan oleh
Majalah InfoBank 2004 dan 2005 memberikan penghargaan kepada Asuransi Takaful
sebagai Asuransi Syariah yang Sangat Bagus dan sebagai Pioner Asuransi Umum
Syariah oleh Investor Syariah Award.
Produk Asuransi Takaful Indonesia
Berikut produk asuransi
yang ditawarkan oleh Asuransi Takaful Indonesia:
1. Asuransi
Takaful Umum, yang berfokus pada pemberian layanan dan bantuan kepada
tertanggung oleh karena kerugian seperti kebakaran, pengangkutan, kendaraan
bermotor dan niaga. Asuransi ini berfokus kepada perlindgungan yang disesuaikan
dengan Muamalah Syariah Islam. Produk-produk yang ditawarkan adalah sebagai
berikut:
- Takaful Baituna
- Takaful Surgaina
- Takaful Abror
- Takaful Ansor
- Takaful Rekayasa
- Takaful Aneka
- Takaful Kebakaran
- Takaful Pengangkutan
& Rangka Kapal
- Takaful Kendaraan
Bermotor
2. Asuransi
Takaful Keluarga yang berfokus pada pemberian layanan dan bantuan serta
investasi yang menyangkut asuransi jiwa dan keluarga, untuk kesejahteraan
masyarakat yang tentu dilandaskan pada Muamalah Syariah Islam. Produk yang
ditawarkan oleh Asuransi Takaful Keluarga pun meliputi layanan individual,
layanan grup atau kumpulan, bancassurance dan khusus asuransi kesehatan.
Berikut pengelompokannya:
a). Asuransi
Takaful Keluarga Layanan Individual yang mencakup:
·
Takafulink
·
Takaful Kecelakaan Diri
·
Fulnadi
·
Takafulink Alia
·
Takaful Ukhuwah
b). Asuransi
Takaful Keluarga Layanan Grup / Kumpulan yang mencakup:
·
Takaful Ordinary:
Takaful Al Khairat, Takaful Kecelakaan Diri, Takaful Kecelakaan Siswa, Takaful Wisata &
Perjalanan.
·
Bancassurance: Takaful
Pembiayaan.
·
Takaful Kesehatan:
FulMedicare.
Selain
produk-produk umum di atas, ternyata Asuransi Takaful pun memiliki produk unik
lainnya yang bisa dinikmati oleh kalangan khusus, antara lain sebagai berikut:
1. Asuransi
Takaful Safari yang diperuntukkan kepada pelanggan Telkomsel yang memberikan
asuransi jiwa dalam rentang waktu 10 hari dengan nilai perlindungan hingga
senilai Rp 100 juta dengan pemotongan pulsa Rp 8.000/10 hari.
2. Asuransi
Takaful Fulprotek yang berupa kartu dan memiliki fungsi sebagai kartu asuransi,
ATM dan debit.
Perbedaan Antara Asuransi Ta’awun dan Konvensional
Dari karekteristik diatas dan definisi yang disampaikan para
ulama kontemporer tentang asuransi ta’awun dapat dijelaskan perbedaan antara
asuransi ini dengan yang konvensional. Diantaranya:
1. Asuransi ta’awun termasuk akad tabarru yang bermaksud murni
takaful dan ta’awun (saling tolong menolong) dalam menutup kerugian yang timbul
dari bahaya dan musibah. Sehingga premi dari anggotanya bersifat hibah (tabarru’).
Berbeda dengan asuransi konvensional yang bermaksud mencari keuntungan
berdasarkan akad al-Mu’awwadhoh al-Ihtimaliyah (bisnis oriented yang
berspekulasi yang dalam bahasa Prancis contrats aleatoirs).
2. Penggantian ganti rugi atas resiko bahaya dalam asuransi
ta’awun diambil dari jumlah premi yang ada di shunduq (simpanan) asuransi. Apabila
tidak mencukupi maka adakalanya minta tambahan dari anggota atau mencukupkan
dengan menutupi sebagian kerugian saja. Sehingga tidak ada keharusan menutupi seluruh kerugian yang
ada bila anggota tidak sepakat menutupi seluruhnya. Berbeda dengan asuransi
konvensional yang mengikat diri untuk menutupi seluruh kerugian yang ada
(sesuai kesepakatan) sebagai ganti premi asuransi yang dibayar tertanggung. Hal
ini menyebabkan perusahaan asuransi mengikat diri untuk menanggung semua resiko
sendiri tanpa adanya bantuan dari nasabah lainnya. Oleh karena itu tujuan
akadnya adalah cari keuntungan, namun keuntungannya tidak bias untuk kedua
belah pihak. Bahkan apabila perusahaan asuransi tersebut untung maka nasabah
(tertanggung) merugi dan bila nasabah (tertanggung) untung maka perusahaan
tersebut merugi. Dan ini merupakan memakan harta dengan batil karena berisi
keuntungan satu pihak diatas kerugian pihak yang lainnya.
3. Dalam asuransi konvensional bisa jadi perusahaan asuransi
tidak mampu membayar ganti rugi kepada nasabahnya apabila melewati batas ukuran
yang telah ditetapkan perusahaan untuk dirinya. Sedangkan dalam asuransi
ta’awun, seluruh nasabah tolong menolong dalam menunaikan ganti rugi yang harus
dikeluarkan dan pembayaran ganti rugi sesuai dengan yang ada dari peran para
anggotanya.
4. Asuransi ta’awun tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan
dari selisih premi yang dibayar dari ganti rugi yang dikeluarkan. Bahkan bila
ada selisih (sisa) dari pembayaran klaim maka dikembalikan kepada anggota
(tertanggung). Sedangkan sisa dalam perusahaan asuransi konvensional dimiliki
perusahaan.
5. Penanggung (al-Mu’ammin) dalam asuransi ta’awun
adalah tertanggung (al-Mu’ammin Lahu) sendiri. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, penanggung (al-Mu’ammin) adalah pihak luar.
6. Premi yang dibayarkan tertanggung dalam asuransi ta’awun
digunakan untuk kebaikan mereka seluruhnya. Karena tujuannya tidak untuk
berbisnis dengan usaha tersebut, namun dimaksudkan untuk menutupi ganti
kerugian dan biaya operasinal perusahaan saja Sedangkan dalam system
konvensional premi tersebut digunakan untuk kemaslahatan perusahaan dan
keuntungannya semata Karena tujuannya adalah berbisnis dengan usaha asuransi
tersenut untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari pembayaran
premi para nasabahnya.
7. Asuransi ta’awun bebas dari riba, spekulasi dan perjudian
serta gharar yang terlarang. Sedangkan asuransi konvensional tidak lepas dari
hal-hal tersebut.
8. Dalam asuransi ta’awun, hubungan antara nasabah dengan
perusahaan asuransi ta’awun ada pada asas berikut ini:
a. Pengelola perusahaan melaksanakan managemen operasional
asuransi berupa menyiapkan surat tanda keanggotaan (watsiqah),
mengumpulkan premi, mengeluarkan klaim (ganti rugi) dan selainnya dari
pengelolaannya dengan mendapatkan gaji tertentu yang jelas. Itu karena mereka
menjadi pengelola operasional asuransi dan ditulis secara jelas jumlah fee
(gaji) tersebut.
b. Pengelola perusahaan melakukan
pengembangan modal yang ada untuk mendapatkan izin membentuk perusahaan dan
juga memiliki kebolehan mengembangkan harta asuransi yang diserahkan para
nasabahnya. Dengan ketentuan mereka berhak mendapatkan bagian keuntungan dari
pengembangan harta asuransi sebagai mudhoorib (pengelola pengembangan
modal dengan mudhorabah).
c. Perusahaan memiliki dua hitungan
yang terpisah. Pertama untuk pengembangan modal perusahaan dan kedua hitungan
harta asuransi dan sisa harta asuransi murni milik nasabah (pembayar premi).
d. Pengelola perusahaan bertanggung
jawab apa yang menjadi tanggung jawab al-Mudhoorib dari aktivitas
pengelolaan yang berhubungan dengan pengembangan modal sebagai imbalan bagian
keuntungan mudhorabah, sebagaimana juga bertanggung jawab pada semua
pengeluaran kantor asuransi sebagai imbalan fee (gaji) pengelolaan yang menjadi
hak mereka. [15]
Sedangkan
hubungan antara nasabah dengan perusahan asuransi dalam asuransi konvensional
adalah semua premi yang dibayar nasabah (tertanggung) menjadi harta milik
perusahaan yang dicampur dengan modal perusahaan sebagai imbalan pembayaran
klaim asuransi. Sehingga tidak ada dua hitungan yang terpisah.
1. Nasabah dalam perusahaan asuransi ta’awun dianggap anggota
syarikat yang memiliki hak terhadap keuntungan yang dihasilkan dari usaha
pengembangan modal mereka. Sedangkan dalam asuransi konvensional, para nasabah
tidak dianggap syarikat, sehingga tidak berhak sama sekali dari keuntungan
pengembangan modal mereka bahkan perusahan sendirilah yang mengambil seluruh
keuntungan yang ada.
2. Perusahaan asuransi ta’awun tidak mengembangkan hartanya
pada hal-hal yang diharamkan. Sedangkan asuransi konvensional tidak
memperdulikan hal dan haram dalam pengembangan hartanya.
Ada tujuh perbedaan mendasar
antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional, yaitu:
1. Asuransi
syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi produk
yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini
tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
2. Akad
yang dilaksanakan pada asuransi syari’ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan
asuransi konvensional berdasarkan jual beli
3. Investasi
dana pada asuransi syari’ah berdasarkan bagi hasil (mudharabah).
Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai
landasan perhitungan investasinya
4. Kepemilikan
dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang
terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan
bebas menentukan alokasi investasinya.
5. Dalam
mekanismenya, asuransi syari’ah tidak
mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional.
Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan
ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang
dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah
diniatkan untuk tabarru’.
6. Pembayaran
klaim pada asuransi syari’ah diambil dari dana tabarru’ (dana kebajikan)
seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana
yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi
musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari
rekening dana perusahaan.
7. Pembagian
keuntungan pada asuransi syari’ah dibagi antara perusahaan dengan peserta
sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada
asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
Bagaimanakah
hukum asuransi menurut agama Islam? Menurut pendapat saya, secara praktis
asuransi hampir sama dengan praktek perbankan komersial lainnya, bahkan lebih
kental unsur bunganya. Intinya, pemegang polis akan menerima sejumlah uang
pertanggungan sebagaimana yang diperjanjikan dengan menyetor sejumlah uang
tertentu. Jumlah uang yang disetor, baik sekali setor maupun berkala, lebih
sedikit dari jumlah uang pertanggungan. Secara hitungan finansial yang sangat
kental dengan riba, hal itu sudah lumrah. Dapat dikatakan tidak ada perusahaan
asuransi yang mewajibkan setorannya lebih besar dari uang pertanggungannya.
Seandainya
praktek asuransi itu haram hukumnya menurut Islam, alternatif apa sajakah yang
menurut agama Islam sah untuk mengakomodir hal-hal sebagaimana yang dicover
oleh praktek asuransi?
Para
ulama telah membahas panjang lebar mengenai asuransi konvesional, mencakup
asuransi jiwa, kecelakaan dll. Akhirnya mereka pada kesimpulan bahwa asuransi
konvensional mengandung unsur ketidak jelasan yang sangat tinggi, seperti
berapa lama harus membayar, berapa jumlah yang akan diterima peserta asuransi.
Unsur ketidakjelasan dalam obyek transaksi disebut "gharar" yang
diharamkan oleh hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah
s.a.w. melarang jual beli yang mengandung unsur "gharar". (H.R.
Muslim, Abud Dawud dll.)
Dalam
asuransi konvnsional juga banyak hal-hal yang disembunyikan, seperti mekanisme
penghitungan dana asuransi yang akan diberikan, jumlah dana yang disetorkan
sampai kepada prosedur pemberian dana transaksi.
Yang
lebih kuat lagi menjadi alasan untuk dilarang secara agama, bahwa dalam
asuransi konvensional terdapat konsep dana hangus, yaitu apabila peserta
asuransi menghentikan pembayarannya maka dana premi yang telah dibayarnya akan
hangus, ini sangat bertentangan dengan asas bermu'amalah sesuai ajaran agama
yang melarang memakan harta orang lain dengan cara batil dan tidak boleh
mengambil hak orang lain kecuali dengan asas keridloan, serta larangan berbuat
kedlaliman dan aniaya.
Dalam
praktik asuransi konvensional, juga sangat terkait erat dengan transaksi riba.
Transaksi yang dilakukan antara peserta asuransi dan perusahaan pengelola
asuransi, tidak jauh berbeda dengan transaksi riba konvensional. Ini karena
perusahaan asuransi seakan meminjam uang dari peserta asuransi untuk jangka waktu
tertentu dan mengembalikannya dengan jumlah lebih besar atau lebih sedikit,
hanya didasarkan pada jeda waktu pengembalian. Kemudian dana yang masuk ke
perusahaan asuransi, sudah pasti (umumnya) akan diputar dalam bentuk transaksi
yang mengandung unsur riba.
BAB III
PENUTUP
1.1.Kesimpulan
Kata
asuransi ini dalam bahasa inggris disebut Insurance dan dalam bahasa prancis disebut Assurance. Sedangkan dalam bahasa arab disebutat-Ta’mien. Asuransi ini didefinisikan dalam kamus umum bahasa Indonesia sebagai perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu akan membayar uang kepada pihak yang lain, bila terjadi kecelakaan dansebagainya, sedang pihak yang lain itu akan membayar iuran.
Asuransi ta’awun adalah bergeraknya
sejumlah orang yang masing-masing sepakat untuk mengganti kerugian yang menimpa
salah seorang dari mereka sebagai akibat resiko bahaya tertentu dan itu diambil
dari kumpulan iuran yang setiap dari mereka telah bersepakat membayarnya. Ini
adalah akad tabarru’ yang bertujuan saling membantu dan tidak bertujuan
perniagaan dan cari keuntungan.
Saham
mayoritas di Perusahaan Asuransi Takaful dimiliki oleh Syarikat Takaful
Malaysia Berhad sebesar 56%, Islamic Development Bank memiliki saham sebesar
26,39% dan selebihnya dimiliki oleh PNM atau Permodalan Nasional Madani, Bank
Muamalat dan Yayasan Abdi Bangsa. Untuk menjaga kualitas layanan jasa asuransi
yang diberikan oleh Asuransi Takaful, maka untuk perusahaan Asuransi Takaful
memperoleh sertifikat Sertifikasi ISO 9001:2000 dari SGS JAS-ANZ dari Selandia
Baru untuk Asuransi Takaful Umum. Sedangkan Asuransi Takaful Keluarga
mendapatkan Sertifikasi ISO 9001:2000 dari dari Det Norske Veritas (DNV) dari
Belanda.
Berikut produk asuransi
yang ditawarkan oleh Asuransi Takaful Indonesia:
1. Asuransi
Takaful Umum
2. Asuransi
Takaful Keluarga
a). Asuransi
Takaful Keluarga Layanan Individual yang mencakup:
b). Asuransi
Takaful Keluarga Layanan Grup / Kumpulan yang mencakup:
Selain
produk-produk umum di atas, ternyata Asuransi Takaful pun memiliki produk unik
lainnya yang bisa dinikmati oleh kalangan khusus, antara lain sebagai berikut:
1. Asuransi
Takaful Safari
2. Asuransi
Takaful Fulprotek
Ada tujuh
perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional, yaitu:
1. Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang
betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
2. Akad
yang dilaksanakan pada asuransi syari’ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli
3. Investasi dana pada asuransi syari’ah berdasarkan bagi hasil (mudharabah).
Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba)
sebagai landasan perhitungan investasinya
4. Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan
hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang
terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga,
perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
5. Dalam mekanismenya, asuransi syari’ah tidak mengenal dana hangus seperti
yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period,
maka dana
yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru’.
6. Pembayaran klaim pada asuransi syari’ah diambil dari dana tabarru’
(dana kebajikan)
seluruh peserta
yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
7. Pembagian keuntungan pada asuransi syari’ah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar