BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Secara umum, perdagangan dunia
didasarkan pada pemikiran bahwa setiap negara memiliki keunggulan komparatif (absolut
dan relatif) dan daya saing yang berbeda. Negara melakukan ekspor terhadap
barang yang memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi dan mengimpor
barang yang lebih rendah keunggulan komparatifnya daripada negara lain. Dengan
demikian, efisiensi penggunaan sumberdaya (yang langka) meningkat untuk
mencapai tingkat kesejahteraan dunia yang lebih baik.
Perdagangan internasional yang
terjadi di dunia saat ini bisa dibilang mengalami peningkatan yang
signifikan.Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya arus peredaran jual –
beli barang, jasa, tenaga kerja, hingga modal sekalipun dari satu negara ke
negara lainnya.Kegiatan – kegiatan tersebut dapat terjadi pada kegiatan ekspor
– impor, investasi, perdagangan jasa, lisensi dan waralaba, perbankan, asuransi
dll.
Jika bicara tentang perdagangan
internasional tentunya menyangkut soal perdagangan bebas, Indonesia sendiri
memiliki keterikatan dengan sejumlah perjanjian-perjanjian internasional
mengenai perdagangan lintas Negara, keikut sertaan Indonesia dalam
perjanjian-perjanjian tersebut membuat posisi Indonesia terkena dampaknya.
Pemerintah melalui Menteri
Perdagangan pada tanggal 28 Februari 2009 lalu bersama sejumlah menteri
Perdagangan ASEAN, Australia dan New Zaeland telah menandatangani Persetujuan Perdagangan
Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru, atau AANZ-FTA (Asean, Australia, New Zealand Free Trade Area), yakni perjanjian
kerjasama untuk melakukan perdagangan bebas di antara negara-negara tersebut.
Sementara itu perjanjian ASEAN-China sudah akan mulai berlaku sejak bulan
Januari 2010.
Bahkan Menteri Perdagangan ASEAN
juga telah membahas kerangka kerja penyusunan FTA dengan Uni Eropa dan India.
Pokok dari perjanjian tersebut adalah masing-masing negara akan menurunkan
tarif bea masuk barang dan jasa dari negara-negara yang terlibat perjanjian
menjadi nol persen dengan tahapan-tahapan yang disepakati. Pada perjanjian
AANZA-FTA, sekitar 86 persen dari pos tarif Indonesia bertahap akan menjadi nol
persen pada 2015, atau sekitar 13 persen tarif menjadi nol persen pada 2009.
Dari Australia, 92 persen jadi nol persen pada tahun pertama.Lebih dari 70
persen pos tarif Selandia Baru juga langsung nol persen di tahun pertama.
Sementara produk peternakan, seperti daging dan susu, dari kedua negara itu
dinolkan pada 2017-2020.
Padahal jika dicermati perjanjian
tersebut justru merugikan Indonesia.Selama ini misalnya neraca perdagangan non
migas Indonesia baik dengan Australia dan New Zealand selalu negatif. Artinya
tanpa perdagangan bebas pun, Indonesia lebih banyak mengimpor barang dari kedua
negara tersebut. Australia selama ini dikenal sebagai pemasok utama susu daging
sapi dan sejumlah bahan pangan ke Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat di rumuskan
berbagai rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa itu yang dimaksud Asean
China-Free Trade Area (AC-FTA)?
2. Bagaimana dampak implementasinya
Asean China-Free Trade Area terhadap industri Indonesia?
1.3 Tujuan penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui apa itu Asean China-Free
Trade Area (AC-FTA)
2. Mengetahui dampak implementasi Asean
China-Free Trade Area (AC-FTA terhadap industry indonesia
1.4 Manfaat penulisan
1. Bagi penulis
Manfaat bagi penulis sendiri adalah
untuk pemenuhan tugas terstruktur mata kuliah hukum dagang.Selain itu penulis
juga dapat mengerti dan mengetahui tentang perdagangan bebas AC-FTA serta
dampaknya terhadap industri Indonesia.
2. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan para penbaca
tentang apa itu perdagangan AC-FTA (Asean China-Free Trade Area) serta dampak
implementasinya terhadap industri indonesi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ASEAN-China Free
Trade Area (ACFTA)
ACFTA adalah salah satu perjanjian
kerjasama ekonomi yang dibuat oleh ASEAN dengan Negara China yang mulai
dilaksanakan pada awal januari 2010 dengan meliputi semua Negara ASEAN dan
China. Kerjasama ekonomi dalam hal ini meliputi pembebasan bea masuk barang dari
China ke ASEAN dan sebaliknya. Pembebasan bea masuk/pajak barang ini
dimaksudkan agar distribusi barang dapat terlaksana tanpa ada halangan yang
akan membuat perekonomian kedua belah pihak semakin maju
Menurut beberapa pihak ACFTA ini
harus di tunda untuk menunggu kesiapan produsen dalam negeri agar dapat
bersaing dengan produsen dari China yang terkenal dengan barang murah serta
kualitas diatas rata-rata.Dibandingkan dengan produksi asli Indonesia, memang
harga barang asal china jauh lebih murah sehingga produk Indoneisia kalah
bersaing.Hal ini disebabkan melimpahnya tenaga kerja di China serta upah yang
murah sehingga mampu menghasilkan barang yang banyak dengan modal yang sedikit,
sehingga mereka juga menjual barang tersebut dengan harga yang lebih murah.
Bebreapa pihak lain berpendapat bahwa ACFTA ini adalah momentum untuk
kebangkitan usaha di Indonesia, karena dengan adanya persaingan dengan barang
asal China, maka pengusaha akan semakin kreatif dan inovatif dalam meningkatkan
kualitas barang yang mereka perdagangkan agar dapat menyaingi produk dari luar.
Dampak Buruk Terhadap Industri
Indonesia
Potensi kerugian yang dialami
industri manufaktur nasional sebagai dampak dari implementasi perjanjian
Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) diperkirakan mencapai Rp. 35 triliun
per tahun.Nilai yang sangat besar tersebut hanyalah potensi kerugian yang bakal
diderita oleh tujuh sektor manufaktur yakni industri petrokimia, pertekstilan,
alas kaki dan barang dari kulit, elektronik, keramik, makanan dan minuman, serta
besi dan baja.Perkiraan potensi kerugian tersebut merupakan hasil kajian Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI).Sesuai dengan skema normal track 1 (NT
1) perjanjian ACFTA tahap II, sebanyak 2.528 pos tarif dari 17 sektor industri
akan dihapuskan bea masuknya pada 1 Januari 2010. Berdasarkan kajian pemerintah
dan usulan dunia usaha, dari total pos tarif itu sebanyak 314 pos tarif (12,4%)
akan direnegosiasi melalui modifikasi tarif dan kompensasi. Dari 314 pos tarif
tersebut, pemerintah hanya akan merenegosiasikan 87 pos tarif sektor
pertekstilan dari total pos tarif NT 1 yang dihapuskan bea masuknya sebanyak
838 pos tarif. Dari 752 pos tariff produk elektronik dalam NT 1 hanya tujuh pos
tarif yang akan diubah, sedangkan dari 350 pos tarif besi dan baja, pemerintah
hanya akan merenegosiasi 189 pos tarif. Benny menambahkan saat ini terdapat 536
pos tarif produk pertekstilan dalam skema NT 1 yang sangat sensitif (lemah daya
saingnya) jika bea masuknya dihapus menjadi 0%, seperti kain tenun dan serat
nilon.
Didorong atas sengitnya persaingan
bisnis yang bakal terjadi pasca pemberlakuan ACFTA 1 Januari 2010, Asosiasi
Pengusaha Indonesia (API) menyatakan keberatan dengan membeberkan latar
belakang perjanjian tersebut. API mengusulkan kepada pemerintah agar mengkaji
ulang jangka waktu penurunan/penghapusan tarif bea masuk produk-produk yang
tergabung dalam normal track (NT 1 dan 2) hingga tahun 2012. Adapun
produk-produk yang tergabung dalam sensitive track (ST) dan high
sensitivetrack (HST) tentu jangka waktunya disesuaikan lagi.
Neraca perdagangan Indonesia-Cina
menunjukkan defisit yang terus membesar sejak tahun lalu. Indonesia dengan
kekuatan pasar domestik sebesar 230 juta penduduk merupakan target pasar yang
sangat besar, yang pasti akan segera disambar industri negara tetangga.
Perdagangan bebas akan mempercepat proses deindustrialisasi dan mempersempit
kesempatan kerja.
Kesepakatan perdagangan bebas yang
telah dilakukan sejak delapan tahun lalu itu malah akan memperburuk sektor
manufaktur. Menjelang diimplementasikan bulan depan, kesepakatan itu mulai
menuai masalah yang mengkhawatirkan. Celakanya, baru sepekan terakhir tujuh
instansi baru mulai menghitung kemungkinan daya tahun industri manufaktur
Indonesia. Dari faktor kerugian, dalam jangka pendek perdagangan bebas itu
antara lain akan membuat perusahaan yang tidak efisien bangkrut. Akibat barang
impor menjadi lebih murah, volume impor barang konsumsi naik sehingga
menghabiskan devisa dan membuat nilai tukar rupiah menjadi sulit menguat.
Perusahaan juga cenderung akan
menahan biaya produksi melalui penghematan penggunaan tenaga kerja tetap,
sehingga job security tenaga kerja menjadi rapuh dan angka pengangguran
diperkirakan meningkat. Dalam jangka pendek perdagangan bebas itu bisa membuat
angka pengangguran membengkak lagi ke level di atas 9,5 persen jika sekitar 700
jenis produk terpaksa “hilang” karena kalah bersaing oleh produk Cina.
Padahal sektor industri merupakan sektor kedua terbesar setelah pertanian dalam
penyerapan tenaga kerja. Situasi ketenagakerjaan ini tampaknya akan menjadi
penyakit kronis yang bisa merapuhkan fundamental ekonomi Indonesia. Perdagangan
bebas akan menjadi masalah baru dalam ketenagakerjaan di Indonesia.
Dalam jangka pendek, tampaknya
Indonesia akan mengalami neto negatif yang tidak hanya merugikan sektor
industri dan ketenagakerjaan, tapi juga penerimaan negara dari pajak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ACFTA atau Asean-China Free Trade
Area adalah kawasan perdagangan bebas antara anggota-anggota ASEAN dan
Tiongkok (Cina) dimana mengatur tentang bea masuk barang dari china ke ASEAN
atau sebaliknya.
Namun keberadaan ACFTA itu sendiri
dirasa cukup meresahkan khususnya bagi para UKM (Unit Kecil dan Mnenegah). Di
Indonesia sendiri banyak masyarakat yang mengkhawatirkan ACFTA tersebut karena
dinilai akan merugikan produsen dalam negeri yang pastinya akan berdampak pada
beberapa aspek sosial lainnya seperti banyaknya perusahaan yang akan bangkrut yang
mengakibatkan banyaknya pemutusan hubungan kerja, sehingga semakin banyak
angkatan penganggur di Indonesia, yang tentunya akan membawa dampak yang besar
terhadap kehidupan sosial di dalam masyrakat seperti kemiskinan dan
meningkatnya tindakan kriminal di Indonesia. Perdagangan bebas ASEAN-Cina per 1
Januari 2010 akan membuat banyak industri nasional gulung tikar karena kalah
bersaing. Akibatnya, angka pengangguran diperkirakan melonjak. Pengusaha
Indonesia yang tak mampu bersaing dengan Cina akan gulung tikar atau mengurangi
kapasitas produksinya. Meski perdagangan bebas itu bisa juga berdampak
signifikan pada industri nasional, karena neraca perdagangan Indonesia-Cina
pernah mencatat surplus sekitar US$ 300 juta, tahun lalu Indonesia sudah
mencatat defisit US$ 4 miliar.Terbesar di sektor nonmigas.Dalam jangka pendek
perdagangan bebas ASEAN-Cina ini lebih banyak mengindikasikan kerugian
dibanding keuntungan.Pemerintah kurang mempersiapkan industri dalam negeri
bersaing imbang dengan industri di ASEAN, khususnya Cina.
3.2 Saran
Melihat dampak yang sangat luar
biasa merugikan tersebut sebaiknya harus dilakukan antisipasi yang cepat dan
menyeluruh.Langkah segera yang dapat diupayakan adalah pemerintah negosiasi
ulang kesepakatan perdagangan bebas itu atau minimal menundanya, terutama untuk
sektor-sektor yang belum siap.
Indonesia perlu melakukan seleksi
produk untuk melindungi industri nasional. Misalnya, garmen Indonesia
dibebaskan masuk ke negara lain, sementara industri makanan dibolehkan masuk.
Pemerintah mencabut pungutan retribusi yang memberatkan dunia usaha di daerah
agar industri lokal menjadi kompetitif.perbatasan provinsi. Pelabuhan
Tanjungpriok, Jakarta adalah salah satu pintu masuk barang ke Indonesia,
termasuk dari Cina dan negara Asean lainnya. Meski serbuan impor barang dari
Cina diprediksi terjadi tiga bulan mendatang, pemerintah hanya bisa membendung
barang impor melalui mekanisme non-tarif. Pengetatan pemeriksaan barang masuk
di pelabuhan harus dilakukan karena negara lain juga melakukan hal sama. Memang,
pengetatan pemeriksaan barang impor dalam jangka pendek bisa menahan serbuan
produk Cina.Namun, pemerintah agaknya masih harus bekerja keras agar industri
di Tanah Air bisa bersaing dengan produk impor yang lebih murah.
Di sisi lain, pemerintah harus
menyiapkan industri domestik agar bisa lebih kompetitif dengan produk Cina
serta memberikan kemudahan dalam bentuk pendanaan atau lainnya. Pemerintah
harus memperbaiki berbagai kebijakan ekonomi untuk menghadapi perdagangan
bebas. Pemerintah sebaiknya mengaktifkan rambu-rambu nontarif, seperti
safeguard (jaring pengaman) dan dumping, yang selama ini dinilai tak punya gigi
oleh para pengusaha.
Selain itu, masalah penyelundupan
harus diselesaikan agar daya saing produk Indonesia bisa tercapai.Pasalnya, di
luar penurunan tarif nol, sekarang disinyalir banyak produk ilegal yang masuk.
Kalau tarifnya zero, berarti sudah tidak bisa ketahuan bedanya lagi, mana yang
ilegal dan legal dengan tarif zero. Tetapi secara jangka panjang
langkah-langkah tersebut tidak bisa dipertahankan.Sebagai bagian dari
masyarakat dunia, bangsa ini tidak bisa mengelak dari kebjaksanaan global
tersebut.Masyarakat Industri harus berjuang dengan keras untuk memenangkan
persaingan global yang semakin mengancam.Dibutuhkan kejelian dan kreatifitas
untuk dapat menembus persaingan ketat tersebut.Beberapa hal yang menjadi
kelemahan barang industri China adalah kualitasnya.Kelemahan ini harus
dimanfaatkan oleh pelaku industri di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Pengertian
ACFTA
Apa
itu ACFTA?
Banyak
keuntungan Indonesia di ACFTA
ACFTA: Dua Persoalan,
Empat Solusi
asrudiancenter.wordpress.com/2011/05/03/acfta-dua-persoalan-empat-solusi/ [Online]
Indonesia
dalam ACFTA: Bagaimana harus bertindak
zamronisalim.weebly.com/1/post/2012/02/indonesia-dalam-acfta-bagaimana-harus-bertindak.html [Online]
Pengaruh
ACFTA (ASEAN-CINA Free Trade Agreement) Terhadap Stabilitas Ekonomi Indonesia
repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1597[Online]
Dampak
ACFTA terhadap perekonomian Indonesia
uasuin.wordpress.com/2012/01/03/dampak-acfta-terhadap-perekonomian-indonesia/[Online]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar